rangkuman pengetahuan, resensi buku, dan opini

22 July 2008

Riwayat Kweekschool Kita


Riwayat pendidikan bagi guru di tanah Indonesia terjadi secara evolusioner. Hanya saja perubahan-perubahan tersebut belum menemukan satu visi yang konkret. Perubahan-perubahan nama, sistem dan segala tetek bengek-nya seperti sebuah perayaan atas zaman. Sementara itu pendidikan guru di Indonesia seperti kehilangan daya magisnya sebagai pelahir guru-guru yang benar-benar paham pendidikan di Indonesia. Sepertinya calon guru hanya untuk mengincar status sosial, jabatan, dan lowongan tanpa ada dedikasi untuk benar-benar menjadi guru yang baik, yang tidak sekadar mentransfer pengetahuan tetapik juga memotivasi, memerdekakan, memanusiakan, serta membuat kreatif anak didiknya.

Berawal dari Eropa. Masyarakat kuno dan pertengahan Eropa menganggap bahwa institusi pendidikan kurang memberikan petunjuk prinsip praktik mengajar. Pendek kata, seseorang yang ingin menjadi pengajar hanya diminta untuk mendemonstrasikan pengetahuan dari subjek mata pelajaran yang ingin mereka ajarkan. Selama zaman Renaisance Eropa beberapa guru seperti Vittorino de Feltre di Italia, Johannes Sturm di Jerman dan Jhon Colet di Inggris mendapatkan pengakuan luas untuk pembelajaran dan kemampuan mengajar mereka, tetapi pelatihan guru sedikit mendapatkan perhatian. Hal ini tidak berlangsung hingga penerapan prinsip demokrasi selam abad 17 hingga 18dengan masukan mereka yaitu bahwa perkembangan ekonomi, sosial dan politik negara bangsa dapat diperoleh melalui pendidikan masyarakat individual, yang ukuran-ukurannya diambil dari pendirian insitusi-institusi yang memberikan pelatihan kepada pengajar.

Institusi pendidikan yang pertama kali diketahui menawarkan program yang sistematik pendidikan pengajar adalah the Institute of the Brothers of the Christian Schools yang didirikan pada 1685 di Reims, Perancis oleh pendeta John Baptist de la Salle. Pada abad 18 institusi serupa didirikan di Perancis dan Jerman. Pada 1794 sekolah yang didukung oleh pemerintah Perancis tersebut adalah sekolah pertama yang mengikuti prinsip filsuf Jean Jacques Rousseau. Roesseau mempercayai bahwa pendidik seharusnya berkonsentrasi terutama dengan perkembangan mental dan fisik pelajar dan materi belajar harus berada pada posisi kedua setelahnya. Prinsip ini kemudian diadopsi oleh sekolah pelatihan guru di seluruh dunia dan menjadi doktrin dasar seluruh teori pendidikan. Dari banyak pengajar yang mengaplikasikan dan mengembangkan teori kependidikan Rosseau, yang paling penting adalah Johann Heinrich Pestalozzi yaitu pembaharu pendidikan Swiss pada akhir abad ke 18.
Kemajuan penting dalam teori dan metode pelatihan guru dibuat di Prussia awal abad 19 dengan menerapkan pandangan pendidik Johann Fiedrich Herbart. Dia menekankan studi tentang proses psikologi pembelajaran sebagai alat untuk merencanakan program pendidikan berdasarkan bakat, kecerdasan, dan ketertarikan siswa. Kesuksesan metode Herbart membuat banyak orang mengadopsinya dalam sistem kursus guru di pelbagai negara.
Pengaruh pendidikan Eropa ini berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Nusantara. VOC, sebagai kongsi dagang Belanda yang merambah wilayah Nusantara merupakan pembawa pengaruh pendidikan ala Eropa tersebut. Pada 1834, berkat VOC dan para missionaries berdiri sekolah pendidikan guru (kweekschool) Nusantara. Pendidikan guru ini mula-mula diselenggarakan di Ambon pada 1834. Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun (1864) dan dapat memenuhi kebutuhan guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang ada pada waktu itu. Sekolah serupa diselenggarakan oleh zending di Minahasa pada 1852 dan 1855 dibuka satu lagi di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di Ambon dan Minahasa adalah bahasa Melayu.
Sebagai kelanjutan dari Keputusan Raja, tanggal 30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk memenuhi kebutuhan guru pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka sekolah pendidikan guru negeri pertamama di Nusantara pada 1852 di Surakarta didasarkan atas keputusan pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu sebelumnya, Pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normaal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa. Sekolah guru di Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875 dipindahkan dari Surakarta ke Magelang.[1]
Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturut-turut didirikan sekolah sejenis di Bukitinngi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru, tapanuli pada 1864, yang kemudian ditutup pada 1874, Tondano pada 1873, Ambon pada 1874, Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875, Makassar pada 1876, dan Padang Sidempuan pada 1879. jenis sekolah ini mengalami pasang surut karena adanya perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan sehingga beberapa sekolah ditutup dengan alasan penghematan keuangan negara. Kweekscool yang ditutup terletak di Magelang dan Tondano pada 1875, Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895). Penutupan sekolah ini akibat dari malaise.
Di Kweekschool, bahasa Belanda mulai diajarkan pada 1865, dan pada 1871 bahasa tersebut merupakan bahasa wajib, tetapi pada 18885 dan pada 1871 bahasa tersebut tidak lagi merupakan bahasa wajib. Pada dasawarsa kedua abad ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya bahasa wajib melainkan menjadi bahasa pengantar. Pemerintah Hindia Belanda tidak banyak campur tangan terhadap pendidikan guru bagi golongan Eropa, dan diserahkannya kepada swasta. Pada akhir abad ke-19 pemerintah hanya menyelenggarakan kursus-kursus malam di Batavia (1871) dan Surabaya (1891). Oleh pihak Katolik didirikan kursus-kursus di Batavia, Semarang, dan Surabaya (1890).[2]
Pada abad ke-20, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pendidikan, pendidikan guru mengalami perkembangan sehingga terdapat tiga jenis sekolah guru, yait: 1). Normaalschool adalah sekolah guru yang menggunakan pengantar bahasa daerah dengan masa pendidikan empat tahun dan menerima lulusan sekolah dasar lima tahun; 2) Kweekschool adalah sekolah guru dengan lama belajar empat tahun dan menerima lulusan sekolah dsara berbahasa Belanda. 3). Hollandsch Inlandsch Kweekschool (HIK) yaitu sekolah guru yang menggunakan pengantar bahasa Belanda dengan masa pendidikan enam tahun dan bertujuan menghasilkan guru HIS/HCS.[3]

Pendidikan Guru oleh Swasta
Selain juga dari pemerintah Kolonial para pribumi juga mendirikan sekolah. Seperti dapat diketahui dari Organisasi Muhammadiyah yang didiririkan K.H. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini menitikberatkan pula dalam bidang pendidikan dan pengajaran K.H. Ahmad Dahlan mengadakan pembaruan dalam mengelola pendidikan sekolah-sekolah yang dibangunnya. Sekolah-sekolah itu disesuikan dengan kebutuhan masyarakat, dan disesuaikan pula dengan sekolah-sekolah yang dibangun Belanda seperti HIS, Kweekscool, AMS, dan MULO.[4]

Gerakan serupa mucul pada 7 Juni 1924. Taman Siswa cabang Mataram (Yogyakarta) membuka bagian MULO-Kweekschool (Taman Guru) dengan lama belajar empat tahun sesudah tamat Taman Muda (SD) atau setingkat. Maksud dibukanya bagian ini adalah untuk menghasilkan guru bagi kepentingan Taman Siswa sendiri. Pelaksanaan Taman Guru pada tahun ketiga dilakukan terpisah, yaitu bagian Taman Dewasa demham lama belajar tiga tahun setelah tamat Taman Muda (SD) dan bagaian Taman Guru yang lama belajarnya satu tahun setamat Taman Dewasa.[5]
Pesatnya perkembangan dan kemajuan Perguruan Taman Siswa nampaknya telah mengancam kepentingan Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah kolonial mencegah meliuasnya pengaruh Taman Siswa di kalangan Masyarakat demham mengeluarkan berbagai aturan dan tindakan. Pada tahun itu juga, Taman Siswa dikenakan pajak rumah tangga. Ki Hadjar Dewantara yang dengan keluarganya hanya menempati dua kamr di tengah-tengah bangunan Taman Siswa, tentu saja menolak kewajiban membayar pajak tersebut.
Pada 1932, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Ordonansi sekolah Liar. Taman Siswa masuk jerat ini. Ki Hadjar protes kepad pemerintah. Partai politik turut mendukung protes tersebut dan memperjuangkanya di Volksraad. Begitu juga dengan surat-surat kabar saat itu. Akhirnya pada 1935, setelah dua tahun mengalami proses alot, ordonansi sekolah liar dihapuskan.[6]

Masa Jepang
Ketika Jepang berkuasa di Indonesia. Pendidikan diarahkan untuk kepentingan praktis bagai Jepang. Untuk mendidik guru terdapat tiga jenis sekolah guru, yaitu 1) Sekolah Guru Dua Tahun Syoto Sihan Gakko) 2) sekolah guru empat tahun (Guto Sihan Gakko), 3) Sekolah guru enam tahun (Koto Sihan Gakko).[7] Namun sebenarnya hanya sekolah guru pemerintah yang dibuka kembali, sekolah guru swasta tetap ditutup.[8]

Pada zaman Jepang pendidikan merosot dengan drastis dibandingkan dengan keadaan pada zaman Belanda. Sekolah rakyat menurun jumlahnya dari 21.500 menjadi 13.500, sekolah menengah turun dari 850 menjadi 20. demikian pula dengan jumlah murid, murid sekolah rakyat menurun 30%, murid sekolah menengah merosot sebesar 90%. Jumlah guru sekolah rakyat menurun 35% dan guru sekolah menengah merosot 95%.[9]

Orde Lama- Masa Orde BaruJepang hengkang, Indonesia merdeka. Dasar sistem pendidikan pun mulai digagas. Maka pada awal republik berdiri sistem pendidikan meliputi pendidikan rendah, pendidikan guru, pendidikan umum, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Pendidikan guru adalah sekolah yang diadakan untuk menghasilkan guru. Jenis pendidikan guru adalah sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru C (SGC) dan Sekolah Guru A (SGA). Lama pendidikan SGB adalah empat tahun dan dimaksudkan untuk mendidik guru SR. murid yang diterima lulusan SR yang lulus dalam ujian masuk ke sekolah lanjutan. SGA menerima lulusan SMP.

Sehubungan dengan kebutuhan guru SR yang mendesak, dibuka sekolah guru yang dalam waktu singkat dapat menghasilkan guru. Untuk itu didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dam disebut SGC. Namun, keberadan SGC dirasakan kurang bermanfaat sehingga SGC ditutup dan sebagaian dijadikan SGB. Oleh karena adanya anggapan bahwa sekolah guru empat tahun belum dapat menjamin pengetrahuan dan kemampuan yang cukup sebagai guru, amka dibuka SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP dan juga dapat menerima murid dari lulusan tingakt III SGB.[10] Selain itu ada sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) yang lama belajarnya empat tahun setelah SMP atau SKP.

Sejalan dengan pengadaan guru untuk tingkat pendidikan rendag, Kementerian pendidikan, pengajaran dan Kebudayaan juga mengadakan usaha penambahan guru untuk tingkat pendndikan menegah. Pendidikan guru untuk SLTP dan SLTA dilakukan dengan melalui kursus-kursus yang lamanya dua tahun. Kursus-kursus yang diadakan yaitu kursus Bahasa jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Bumi, dan Ilmu Pasti. Di antara kursus-kursus tersebut, hanya kurus Ilmu Pasti yang belum menghasilkan guru karena pecahnya aksi militer Belanda II 1948.[11]

Oleh karena itu presiden mengeluarkan Kepres No 1 Tahun 1963, tertanggal 3 Januari 1963 yang memutuskan untuk menggabungkan FKIP dasn IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Sebagai pelaksanaan Keppres tersebut keluar SK Menteri Pendidikan PTIP No. 55 tahun 1963 tertanggal 22 Mei 1963 yang menetapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Tujuannnya adalah untuk memenuhi kualitas dan kuantitas guru di Indonesia.[12]

Sepeninggal Orde Lama, Orde baru di bawah pemerintahan Soeharto mulai menata pendidikan guru di Indonesia. Ada dua langkah dasar yang ditempuh pemerintah Orba dalam meningkatkan kualitas guru. Langkah tersebut antara lain; 1) menyeragamkan jenjang pendidikan dari semua jenis pendidikan guru pra-jabatan, dari sistem yang merupakan gabungan antara jenjang pendidikan menengah dan jenjang perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat strata tunggal, yaitu semua pendidikan guru guru pra-jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi. 2) Menentukan semua pendidikan guru pra-jabatan dikelola oleh Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.[13] Dengan kebijakan tersebut maka pendidikan Sekolah Guru B, Sekolah Guru A, dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) ditiadakan. Pelbagai pelatihan dan penataran untuk meningkatkan kualitas guru juga dilakukan pemerintah Orba. Proyek peningkatan kualitas guru tersebut dilaksanakan di IKIP, Fakultas Keguruan, BPG, dan SGPLB.[14]
Dua tahun sebelum reformasi, 1996, terjadi perubahan signifikan dalam tubuh pendidikan keguruan di Indonesia. Wacana untuk mengubah IKIP menjadi universitas mulai bergulir. Direktorat Pendidikan Tinggi akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan No 1449/D/T/1996 tertanggal 20 Juni 1996 bahwa IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang diubah menjadi universitas. Hal ini menyebabkan IKKIP-IKIP tersebut membukan jurusan dan prodi non-kependidikan sebagai konsekuesi atas perubahan ke arah universitas. Maka pada 1998/1999 di saat reformasi bergulir IKIP-IKIP tersebut berubah menjadi universitas, termasuk IKIP Yogyakarta yang berubah menjadi Universitas Negeri Yogyakarta pada 4 Agustus 1999.




Sumber Pustaka:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979. Pendidikan dari Jaman ke Jaman. Jakarta: BP3K.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Depdikbud.

H. Najamudin. 2005. Perjalanan Pendidikan di Tanah Air. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Mochtar Buchori, 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia, Dari Kweekschool sampai ke IKIP: 1852-1998. Yogyakarta: Insist Press.

Sismono La Ode Dkk. 2006. Biografi Pemikiran dan Kepemimpinan Prof. Suyanto, Ph.D. Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press.

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Depdikbud, hlm. 20-21.

[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid, hlm. 20-21.

[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid, hlm. 30.

[4] H. Najamudin. 2005. Perjalanan Pendidikan di Tanah Air. Jakarta: PT. Rineka Cipta., hlm. 61.
[5] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Op.cit, hlm. 42.

[6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ibid., hlm. 43.

[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid., hlm. 38.

[8] Mochtar Buchori, 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia, Dari Kweekschool sampai ke IKIP: 1852-1998. Yogyakarta: Insist Press., hlm. 25.

[9] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Op.cit, hlm. 38.

[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ibid, hlm. 77.


[11] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid,, hlm. 90.

[12] Sismono La Ode Dkk. 2006. Biografi Pemikiran dan Kepemimpinan Prof. Suyanto, Ph.D. Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press., hlm. 281.

[13] Mochtar Buchori, op.cit. hlm. 136.

[14] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979. Pendidikan dari Jaman ke Jaman. Jakarta: BP3k. hlm. 204.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Riwayat Kweekschool Kita

2 komentar:

Bayu Probo said...

Tulisan inspiratif yang mencerahkan saya.

Anonymous said...

Bapak Agung DH, sy Fathia, mahasiswa Sejarah UI. Sekarang sy sdg menulis skripsi yg berkaitan dengan sekolah guru (SGA). Dmn sy bisa mendapatkan buku Evolusi Pendidikan di Indonesia dan Pendidikan dari Zaman ke Zaman? (umm..semoga blog ini masih aktif. Terima kasih banyak.